“MAKALAH
PERKEMBANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015”
Disusun Oleh :
Reni Susilawati
Dosen
Antoni .SE.,MM
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
MATA KULIAH : PEREKONOMIAN INDONESIA
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
Rahmat, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat sederhana. Makalah ini berisikan
tentang “Manajemen Data dalam Windows 7”.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas mata
pelajaran “Pengenalan Teknologi Komputer & Informasi B”. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk dan juga
berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Makalah
ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Bekasi, 16
Juni 2017
Penulis, Kelompok 4
DAFTAR ISI
COVER ..........................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .............................................................................................................. 4
B.
Tujuan dan Manfaat ...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
-
Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah dan otonomi Daerah ................................. 5
-
Faktor – Faktor Penyebab Ketimpangan Pembangunan Daerah ................................... 8
-
Pembangunan
Indonesia Bagian Timur ........................................................................ 9
-
Teori dan analisis
Pembangunan ekonomi daerah ........................................................ 10
-
Model analisis pembangunan daerah ........................................................................... 11
BAB III PEMBAHASAN
-
Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 ........................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan
perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Dalam hal ini pertumbuhan
ekonomi mengukur prestasi dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu
periode ke periode selanjutnya. Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas
dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. (Todaro, 2006)
Kemampuan suatu negara dalam masa dan periode
tersebut dalam menghasilkan barang dan jasa akan meningkat
seiring dengan besarnya pertumbuhan faktor - faktor produksi. Semakin besar
faktor produksi, semakin besar pula barang dan jasa yang dihasilkan dan
pertumbuhan ekonomi suatu negara akan tercapai. Tingkat pertumbuhan ekonomi
yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional
riil yang dicapai oleh suatu negara/daerah (Sukirno,2004).
Melalui pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
diharapkan kesejahteraan masyarakat secara bertahap akan dapat pula
ditingkatkan (Sjafrizal, 2012).
B. Tujuan dan Manfaat
Makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Pengenalan Perekonomian
Indonesia. Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Manfaat yang dapat diperoleh yaitu
memberikan wawasan dan informasi bagi pembaca.Informasi yang diberikan mengenai
perkembangan daerah provinsi jawa timur pada tahun 2015
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBANGUNAN
EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah dan otonomi Daerah
2.1.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi
Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses
saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan
selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin
Arsyad, 1999).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada
pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan
potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal
(daerah). Sehingga kita perlu melakukan pengambilan inisiatif-inisiatif yang
berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu
proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru,
pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang
ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.
Setiap upaya
pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan
jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut,
pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta
partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumber daya yang ada
harus memperkirakan potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).
Pembangunan ekonomi
sejak Pelita I hingga krisis 1997 memang telah memberi hasil yang positif
terhadap perekonomian Indonesia, apalagi jika dilihat dari kinerja ekonomi
makronya. Tingkat PN riil per kapita mencapai peningkatan yang pesat dari US$50
(1960) dan lebih dari US$1000 (1990-an). Oleh karena itulah, Indonesia sempat
disebut-sebut sebagai calon negara industri baru di Asia Tenggara.
Namun, ternyata
ditinjau dari tingkat kualitasnya, pembangunan ekonomi pada masa orde baru
telah menimbulkan kesenjangan yang besar sehingga ada ketimpangan dalam
distribusi pendapatan antar kelompok pendapatan, maupun kesenjangan
ekonomi/pendapatan daerah. Hal ini membuat masyarakat yang merasakan bahwa
pembangunan ekonomi ini tidak merata, ingin melepaskan diri dari Indonesia.
Ada beberapa indikator untuk menganalisis
derajat kesenjangan dalam pembangunan ekonomi antar provinsi, yaitu produk
domestik regional bruto (PDRB) per provinsi dalam pembentukan PDB nasional,
PDRB atau pengeluaran konsumsi rumah tangga rata-rata per kapita, indeks
pembangunan manusia (IPM), kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB, dan
tingkat kemiskinan.
2.1.2 Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah
di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan
dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam
pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di
dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti
kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak
akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan;
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial,
dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya
sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk
melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di
atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan
daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)dengan
beberapa dasar pertimbangan :
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang
kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan
peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif
3. Dati II adalah daerah "ujung
tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu
kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut
adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata
diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi
diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah
air; dan
3 Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu
menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Aturan
Perundang-Undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
2.2 Faktor – Faktor Penyebab
Ketimpangan Pembangunan Daerah
Berikut
beberapa faktor utama penyebab terjadinya ketimpangn pembangunan ekonomi dalam
satu wilayah Negara :
·
Konsentrasi
Kegiatan ekonomi, Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di
daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi
kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat
ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan
ekonomi yang lebih rendah.
·
Alokasi
Investasi, Indikator lain juga yang menunjukkan pola
serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar
negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan
ekonomi Harrod-Domar, bahwa kurangnya I di suatu wilayah
membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di
wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang
produktif, seperti industri manufaktur.
·
Mobilitas antar
Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah , Kehadiran buruh migran kelas bawah
adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran
legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan
masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik
kelas). Fenomena “move up the ladder” ini dengan sendirinya membawa
kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian lapisan ini
tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini sangat substansial,
karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di atasnya.
·
Perbedaan SDA
antar Provinsi , Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa
pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya
lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya sampai
dengan tingkat tertentu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap
sebagai modal awal untuk pembangunan. Dalam proses pemulihan ekonomi nasional,
pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan memadai
sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan
merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri.
·
Perbedaan
Kondisi Demografis antar Provinsi, Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu
dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada yang didominiasi
oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis ini
biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda.
·
Kurang
Lancarnya Perdagangan antar Provinsi , Kurang lancarnya perdagangan antar daerah
juga menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya
ketidak lancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan
komunikasi.
2.3 Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Sebagaimana
kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan
sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar
yang ada di wilayah negara kita. Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah
ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada
aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini.
Komoditas yang menjadi
unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector
perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan
besar bagi pendapatan nasional.
Dilihat dari infrastruktur
transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang
lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang
lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan
laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang
dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan
jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah
pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada
di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia.
Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya
transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik
investasi.
Dan
saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44%
yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses
terhadap air bersih.
2.4 Teori dan analisis
Pembangunan ekonomi daerah
Ada sejumlah
teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan
ekonomi antardaerah diantaranya yang umum di gunakan adalah teori basis
ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik industri.
1. Teori pembangunan ekonomi daerah
a. Teori basis ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor
penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung
dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
b. Teori lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan
atau pengembangan kawasan industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori
ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari
keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin oleh karena itu ,
pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan
meminimalisasikan biaya usaha atau produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan
tempat bahan baku dan pasar.
c. Teori daya tarik industry
Dalam upaya
pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis – jenis
industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah
masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.
2. Model analisis pembangunan daerah
Selain teori-teori di atas, ada beberapa metode
yang umum digunakan untuk menganalisi posisi relative ekonomi suatu daerah;
salah satu di antaranya adalah metode analisis shift-share (SS), location
questitens, angka pengganda pendapatan , analisis input output (i-o) ,dan model
perumbuhan Harold-domar. Berikut adalah sebagian penjelasan dari model analisis
dalam pembagunaan daerah.
a. Analisis SS
Dengan pendekatan analisis ini ,dapat di
analisis kinerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan
daerah yang lebih besar ( nasional).
b. Location Quotients (LQ)
Yaitu untuk mengukur konsentrasi dari suatu
kegiatan ekonomi atau sector di suatu daerah dengan cara membandingkan
peranannya adalah perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan
ekonomi atau sektor yang sampai di tingkat yang sama.
c. Angka Pengganda Pendapatan
Metode ini umum digunakan untuk mengukur
potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru
atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut.
d. Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode
analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan
melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian
daerah tersebut, serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
antara AS dan AD.
BAB III
PEMBAHASAN
PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015
Pertumbuhan
ekonomi secara kumulatif (Januari – Juni 2015) Jawa Timur mencapai 5,22
persen dan merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah Banten
di Pulau Jawa dan lebih tinggi 0,52 poin dibandingkan pertumbuhan
ekonomi Nasional (4,70 persen). Dengan begitu, Jawa Timur mampu
memberikan kontribusi terhadap33 Provinsi (Nasional) sebesar 14,51 persen.
Perekonomian Jawa Timur tahun triwulan II 2015
tumbuh sebesar 5,25 persen (y on y).Pertumbuhan terjadi pada seluruh
lapanganusaha, kecuali kategori Penyediaan Listrik danGas yang mengalami kontraksi
sebesar 0,56 persen. Pertambangan dan Penggalianmerupakan lapangan usaha yang
mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 7,38 persen, diikuti oleh kategori
Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum sebesar 7,15 persen dankategori
Jasa Pendidikan sebesar 7,11 persen.
Dibandingkan triwulan sebelumnya
(q-to-q)ekonomi Jawa Timur triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan 2,83 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan didukung olehKelompok Usaha Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan yang mengalami pertumbuhan sebesar
6,18 persen. Hampir semua lapangan usaha mengalami p e r t u m b u h a n p o s
i t i f , d i a n t a r a n y a Pertambangan dan Penggalian (8,66 persen), Industri
Pengolahan (1,36 persen), Pengadaan Listrik dan Gas (2,72 persen), Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor (3,50 persen), Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (2,96 persen), Administrasi
Pemerintahan (5,02 persen), dan Jasa Lainnya (2,88 persen).
S e m e n t a r a i t u k a t e g o r i J a s a
Keuangan dan Asuransi serta Real Estate
mengalami kontraksi masing- masing sebesar 1,00 persen dan 0,34 persen.Semester
I 2015 (c-to-c) ekonomi Jawa Timur mengalami pertumbuhan 5,22 persen. Dari sisi
produksi, s e m u a k a t e g o r i m e n g a l a m i pertumbuhan, kecuali
kategori Pengadaan Listrik dan Gas yang mengalami kontraksi sebesar 0,81 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada
kategori Penyediaan Akomodasi dan Konsumsi (7,15 persen), diikuti Jasa
Pendidikan (7,11 persen), Informasi dan Komunikasi (6,82 persen), Jasa
Perusahaan (6,79 persen), dan Transportasi dan pergudangan (6,27 persen).
Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Timur pada triwulan II 2015 secara y-on-y tumbuh sebesar 5,25
persen. Sebagian komponen mengalami kontraksi, sementara komponen yang mengalami
pertumbuhan adalah net ekspor antar daerah, pengeluaran konsumsi pemerintah,
PMTB dan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan tertinggi dialami oleh
komponen net ekspor antar daerah sebesar 34,97 persen, sementara itu komponen
pengeluaran konsumsipemerintah dan pengeluaran konsumsi rumah tangga mengalami
kenaikanmasing-masing sebesar 6,68 persen dan 4,91 persen. Sedangkan komponen
PMTB tumbuh sebesar 5,34 persen. [9] Ekonomi Jawa Timur triwulan II 2015
mengalami pertumbuhan 2,83 persen (q-to-q). Dari sisi pengeluaran pertumbuhan ini
didukung oleh komponen pengeluaran konsumsi pemerintah yang mengalami
pertumbuhan sebesar 30,73 persen. Komponen net ekspor antar daerah dan impor
luar negeri mengalami pertumbuhan sebesar 18,02 persen dan 5,71 persen.
Sedangkan komponen yang mengalami kontraksi pada triwulan II 2015 adalah ekspor
luar negeri sebesar 3,37 persen. Selama semester I 2015 kondisi perekonomian
Jawa Timur tumbuh sebesar 5,22 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada
komponen net ekspor antar daerah yaitu sebesar 35,74 persen, Pertumbuhan
tertinggi berikutnya adalah komponen pembentukan modal tetap bruto sebesar 4,89
persen. Kemudian pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran konsumsi
pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar 4,73 persen dan 2,61 persen.
DAFTAR
PUSAKA
0 komentar